Tenis yang kita kenal sekarang ini sudah berusia lebih dari seratus tahun. Seorang serdadu asal Wales, Mayor Walter Clopton Wingfield, merancang permainan ini untuk menyibukkan tamu-tamunya di lapangan rumput sekitar rumahnya sampai acara pokok pertemuan mereka—menembak burung—dimulai.
Namun dengan cepat sejumlah anggota Wimbledon Cricket Club mengambil permainan Wingfield untuk dimainkan di lapangan-lapangan mereka yang menganggur sejak permainan croquet kehilangan popularitasnya sekitar akhir abad kedelapan belas. Walaupun demikian, lama sebelum Wingfield, ada sejenis permainan lain yang mirip tenis. Istilah tenis (tennis) pertama kali muncul dalam syair gubahan John Gower di tahun 1399, dan tokoh-tokoh dalam karya Chaucer sudah bicara tentang bermain raker dalam tahun 1380. Court tennis (juga disebut real tennis) atau tenis ruangan sudah ada sejak Abad Pertengahan.
Atlet besar dalam permainan ini, Henry VIII, sangat memujanya. Dulu court tennis adalah permainan yang dimainkan dalam ruangan berbentuk persegi panjang tidak simetris berlantai semen, beratap miring, dengan beberapa jendela pada dinding yang ikut berperan dalam permainan, menggunakan bola keras, dan alat pemukul yang bentuknya lebih mirip centong nasi. Olahraga ini sangat khas laki-laki dan sampai sekarang masih dimainkan oleh beberapa laki-laki pemberani, walaupun di Amerika Serikat gelanggang untuk permainan ini mungkin tinggal beberapa buah saja.
Sistem skor yang aneh pada lawn tennis (tenis lapangan rumput atau tenis lapangan terbuka) jelas menyontek court tennis. Walaupun lawn tennis menggunakan sistem per lima belas poin, sistem skor yang dahulu dipakai sedikit berbeda dari sistem skor modem. Tiap kemenangan dalam satu game dihargai dengan lima belas poin (jika pada tenis modem progres poin adalah 15-30-40-game, pada court tennis progres poin adalah 15-30-45-game). Alih-alih tiga atau lima set sekarang yang masing-masing terdiri atas enam game, pertandingan court tennis dahulu dimainkan dalam enam set yang masing-masing terdiri atas empat game.
Teori yang paling bisa diterima untuk menerangkan sistem skor aneh itu adalah sistem tersebut mencerminkan gejala keranjingan orang Eropa kala itu terhadap astronomi, khususnya sekstan, alat ukur dengan busur 60 derajat (satu per enam lingkaran). Tentu saja, satu perenam lingkaran sama dengan 60 derajat (angka poin dalam saw game). Karena pemenang hams memenangkan enam set yang masing-masing terdiri atas empat game, atau 24 poin, dan tiap poin memiliki nilai 15 poin, pertandingan berakhir setelah pemenang berhasil "menyelesaikan" lingkaran penuh yaitu 360 derajat (24 x 15).
Tulisan-tulisan karya Antonio Scaino, orang Italia, menunjukkan bahwa sistem skor sekstan diterapkan dengan mantap setidaknya sejak tahun 1555. Ketika skor sebuah game menjadi sama (seri) sesudah enam poin dalam tenis modern, kita menyebutnya deuce—di abad keenam belas orang Italia sudah memiliki padanannya yaitu a due (artinya, pemain memerlukan dua poin lagi untuk menang). Namun, dalam perjalanannya, progres poin yang geometris dalam tiap game tidak dipakai lagi, meskipun perubahannya tidak banyak. Apabila sebelumnya poin ketiga disebut 45, poin itu berubah menjadi 40. Menurut Official Encyclopedia of Tennis, perubahan dari 45 menjadi 40 mungkin sekali hanya untuk memudahkan penyebutan oleh wasit, sebab sebutan forty dengan mudah dapat dibedakan dari angka yang lain.
Sekitar awal tahun 1700-an, tiap set dalam court tennis diperpanjang menjadi enam game, yang dengan sendirinya membuat sistem itu tidak begitu terkait lagi dengan sistem skor yang berakar dari sistem pengukuran astronomi. Ketika tenis lapangan mulai mengalahkan tenis ruangan dalam hal popularitas, orang sibuk merumuskan aturan-aturan dan prosedurpemberian skor. Badan tenis pertama di Amerika, U. S. National Lawn Tennis Association, pertama kali mengadakan kongres di tahun 1881 untuk menetapkan standar nasional. Sebelum USNLTA terbentuk, tiap klub tenis memilih sistem skor sendiri-sendiri. Banyak klub tenis setempat hanya memberi satu poin kepada seorang pemain untuk setiap kemenangannya. Konyol, bukan? (Ini komentar kalau Anda penggemar tenis fanatik. . . . ) Untungnya, USNLTA turun tangan dan langsung menerapkan sistem skor Inggris, padahal langkah tersebut sebetulnya justru melestarikan kebingungan para penonton tenis di tingkat pemula.
Tidak sekali atau dua kali saja orang berusaha menyederhanakan sistem skor supaya bisa memudahkan penonton awam. The World Pro Championship League pernah mencoba sistem skor tenis meja yang selesai pada poin dua puluh satu, namun sistem skor itu tidak bertahan lama, termasuk organisasi yang mempromosikannya. Barangkali, perubahan sistem skor yang paling besar selama abad kedua puluh adalah tie breaker. The U. S. Tennis Association untuk kawasan tengah, pada tahun 1968 pernah bereksperimen dengan sudden-death play-off, yang untuk pertama kali dalam sejarah tenis modern memungkinkan seorang pemain yang memenangkan seluruh game kehilangan satu set di saat terakhir. Tenis profesional menerapkan tie breaker pada tahun 1970 dan sampai saat ini masih digunakan di hampir semua tumamen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar