Klaim Malaysia atas ambalat dan manuver kapal perang malaysia menerobos masuk wilayah Indonesia di perbatasan cukup membuat panas dingin yang mendengarnya. Kita semakin geram ketika mendengar respon pemerintah yang cukup lunak seakan-akan kita takut berperang dengan Malaysia. Namun sebenarnya kita tidak perlu takut bersikap keras dengan Malaysia. Mereka akan berpikir seribu kali untuk berperang dengan Indonesia paling tidak cerita ini bisa merepresentasikan opini ini:
1. Beberapa waktu lalu saya pernah berwisata ke Serawak Malaysia tepatnya di Kota Kucing yang berbatasan langsung dengan provinsi Kalimantan Barat. Pada saat makan malam di tepi sungai saya mampir ke tenda yang berjualan nasi goreng. Tendanya tidak terlalu besar dan agak remang-remang. Penjualnya laki-laki sekitar berumur 40 tahun, dengan sigap menyajikan nasi goreng yang saya pesan. Berhubung agak sepi sambil makan kami mengobrol dengan penjual nasi goreng tersebut. Kalo siang istirahat ya pak? tanya saya. “Saya kerja kalo siang” jawabnya. kerja apa pak? tanya saya lagi penasaran. “askar” jawabnya lagi. Terkejut saya keheranan. Nampaknya penjual nasi goreng memahami keheranan saya. “heran ya kalo saya ini tentara, tentara disini lain nggak kaya tentara Indonesia garang-garang”. tersenyum saya mendengar penjelasannya, tapi memang ada benar juga. Tentara malaysia rambutya tidak secepak tentara Indonesia, Badannya juga kurang tegap seperti tentara Indonesia, cara bicaranya juga terlalu lembut untuk ukuran tentara Indonesia, kulitnya juga terlalu halus tidak sekeras tentara Indonesia dan sorotan matanya juga tidak setajam tentara Indonesia.
Maklum tentara kita terbentuk dari hasil perjuangan dan metode pendidikannya merupakan warisan PETA yang notabene bentukan tentara jepang era perang dunia ke II.
2. Ini cerita yang kedua. Pada waktu konflik ambalat pertama kali tahun lalu ada cerita yang cukup menarik mengenai aksi tentara kita terhadap kapal patroli malaysia. Pada saat itu di perairan karang unarang ambalat, kita sedang membangun mercu suar sebagai bukti kedaulatan kita disana. Pembangunan mercu suar tersebut tidaklah mudah mengingat kapal malaysia sering mengganggu dengan sering mendekati mercu suar lalu mengerem mendadak sehingga ombak cukup besar menghantam mercu suar. Hal ini sangat menyulitkan para pekerja dalam menyelesaikan pembangunan. Sebenarnya di mercu suar tersebut ada dua tentara marinir yang berjaga dengan senjata lengkap dengan posisi senjata diarahkan pada Kapal Patroli Malaysia tersebut. Namun mereka tidak bisa berbuat banyak mengingat tidak ada perintah menembak kecuali ditembak terlebih dahulu.
Tentunya bisa dibayangkan betapa jengkelnya tentara kita melihat gangguan tersebut tanpa bisa berbuat apa-apa melihat para pekerja berbasah-basah dan nyaris jatuh ke laut terkena terjangan ombak kapal. Mereka berpikir kalau begini terus caranya kapan bisa selesai pembangunan mercu suar tersebut sementara mereka harus berjaga kepanasan, kehujanan dengan pemandangan laut sejauh mata memandang.
Setelah kelelahan menganggu dengan ombak buatannya, Kapal Perang malaysia beristirahat di tengah laut dekat mercusuar. Sementara itu awak kapalnya tidur-tiduran dan duduk2 sambil baca koran di atas dek kapal. Terkejutnya mereka tiba-tiba di atas kapal sudah berdiri seorang tentara Indonesia dengan senjata mengarah pada mereka sambil membentak “siapa pemimpin disini”. Seseorang perwira kapal malaysia keluar dari kapal sambil mengangkat tangan “saya” jawabnya dengan sedikit gugup. “Pergi dari sini jauh jauh atau saya tembak” perintah Tentara Indonesia. Tanpa berpikir panjang Kapal Malaysia segera menarik sauh, menghidupkan Kapal dan menjauh dari Mercu suar. Sementara itu tentara kita langsung meloncat ke laut untuk kembali ke mercu suar. Sejak insiden tersebut tidak ada lagi kapal malaysia berani mendekat Mercu suar, sehingga pembangunan bisa lebih cepat.
Kejadian ini sempat jadi pembicaraan hangat di Kota Tarakan dan sempat diberitakan pada koran lokal. Walaupun insiden ini cukup beresiko tapi masyarakat di perbatasan cukup mengapresiasi keberanian tentara tersebut.
Berdasarkan cerita tersebut, menurut pemikiran saya Malaysia sebenarnya mengajak adu nyali tapi tidak ada niat untuk berperang. Saya merasa khawatir adu nyali ini diarahkan untuk tawaran perundingan yang akhirnya berujung kembali di Mahkamah Internasional seperti sipadan ligitan. Mengingat lobi-lobi Malaysia bisa dimainkan disana dan peluang mendapatkan ambalat bisa 50%:50%. Seharusnya Pemerintah jangan terpancing untuk berunding apalagi maju ke Mahkamah Internasional. Selesaikan saja secara fisik di perbatasan tersebut. Saya yakin tidak akan ada perang di ambalat kecuali hanya adu syaraf dan nyali. So… peluang Malaysia 0%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar