ketika anak-anak wanita memasuki umur 9 tahun, mereka didaulat sebagai putri atau ratu sehari dengan mengenakan pakaian islami secara sempurna, mulai dari jilbab dan seperangkat alat shalat.
Dalam acara tersebut, dihadiri oleh rekan-rekan sebaya dan para orang tua, wisudawati akan diperkenalkan kepada khalayak sebagai seorang wanita muslimah dewasa yang mesti diperlakukan sebagai non muhrim bagi mereka yang tidak memiliki hubungan keluarga, termasuk sepupu, ipar, teman-teman dan sebagainya.
Tidak hanya itu, dalam keluarga yang mampu secara finansial, wisudawati pada acara itu juga secara simbolik diberi kunci kamar yang telah ditata rapi dan diperbarui, sebagai pertanda bahwa ia memiliki hak untuk memiliki privasi dan ruang pribadi bagi siapapun, termasuk ibu dan ayahnya.
Biasanya, dalam acara meriah itu, didatangkan seorang narasumber semacam ustadzah yang memberikan pencerahan tentang kedudukan wanita muslimah dan tanggungjawabnya sebagai mukallaf, terutama sekali mengenai hukum fikih khusus wanita, seperti haid, nifas, najis, kemuhriman dan sebagainya. Di Iran, bahkan kadang wisuda taklif diselenggarakan secara massal dipimpin oleh ulama terkemuka.
Sayangnya, di dunia lain tradisi itu tidak ada karena memang agama dan terutama fikih tidak mendapatkan perhatian proporsional. Malah sebaliknya, orangtua terlihat bangga bila putrinya mulai menjalin hubungan dengan lawan jenis tanpa ikatan syar’i apapun. Yang lebih memprihatinkan lagi, pesta hura-hura diadakan saat putrinya menginjak usia 17 tahun (yang kini populer dengan sweet seventeen party), ketika segala bentuk pertahanan moral dan agama tidak ada lagi, atau hanya menyisakan puing-puingnya.
acara ini biasa disebut pesta taklif.
1 komentar:
Gitu aza kok heran...
Aneh.
Posting Komentar